Skip to main content

Tentang Rasa Lelah

Jadi begini, aku... hm... hei, aku... lelah.

Ya, sama seperti rasa lelahmu, aku juga mengalami itu. Semua orang kelahan dan mencari cara masing-masing untuk mengatasinya. Bagiku, menulis mungkin satu dari sekian banyak cara agar aku tetap waras dalam keadaan lelah begini.

Aku berpikir bahwa mengeluh tentang rasa lelah itu tidak baik. Jadi aku tidak melakukannya. Aku memarahi diriku sendiri agar bersikap kuat. Ada orang yang harus kubantu. Bagaimana bisa aku kelelahan.

Seminggu terakhir adalah hari-hari yang bukan hanya melelahkan secara fisik, namun juga secara psikis. Aku harap bisa beristirahat penuh ketika kembali ke kamarku. Namun, manusia hanya mampu berencana, Allah yang menentukan. Rupanya aku masih belum boleh beristirahat. Keluargaku sakit dan aku merasa bertanggung jawab untuk bersiaga menyediakan apapun, melakukan apapun yang dibutuhkan. Aku sadar ini ujian, mengeluh bukan jawaban.

Maka aku memutuskan untuk berdiri bersama rasa lelah itu, berjalan beriringan, berbicara dan berteman. Aku menjadi tidak apa-apa di saat lelah kecuali menjadi lelah. Sudah tidak ingin mengeluh, apalagi menangis. Aku percaya kami akan berpisah suatu saat nanti.

Jadi aku ingin bilang, beruntung sekali kita yang masih diberikan rumah untuk berdiam diri saat lelah. Meskipun bukan istana, tapi rumah kita memiliki atap, dinding, pintu dan jendela yang baik. Meskipun untuk mencapai rumah kita juga kelelahan, tapi syukurlah masih ada tempat yang dituju. Itu saja sudah cukup, percaya deh.

Bagi kamu yang belum menemukan rumah, jangan berkecil hati. Perjalanan panjang dan tidak mudah membuatmu menjadi lebih kuat dan berarti. Semoga, rumah yang nanti kamu temukan bisa membayar semua lelah perjalanan itu. Selamat menempuh rasa lelah, aku berdo'a yang terbaik untukmu.

Comments

Popular posts from this blog

Perihal Makan Bersama

Pagi-pagi sekali kami berpencar. Aku menyelesaikan masalahku, dia dengan dunia kerjanya. Pagi itu kami masih baik-baik saja. Bahkan sangat baik-baik saja. Siang hari juga berlalu dan tak ada masalah. Namun malam hari, perasaanku mulai tak menentu. Selepas Isya dia tak kunjung datang. Aku kelelahan setelah menghabiskan seharian dalam perjalanan panjang. Aku rebah. Dia datang dalam keadaan kuyu, sudah makan, katanya. Aku? Boro-boro makan, mandi pun tak sempat. Kupikir aku berkewajiban menunggunya pulang untuk makan bersama. Namun itu terbantahkan begitu saja. Memang tak ada perjanjian itu di awal. Hanya pikiranku sendiri yang berlebihan. Kusantap mie instan kuah dengan telur matang sempurna. Tak peduli sudah pukul dua satu lebih lima. Aku kelaparan. Tubuh yang tadi merengek minta ditidurkan kini terjaga. Aku harus tidur dalam keadaan kenyang. Bukan karena benar-benar lapar, tapi untuk sama-sama menunjukkan bahwa makan tak harus bersama.

Aku... Tidak Suka Mengajar Saat Ini

 Sudah tujuh tahun lebih mengajar, dan inilah akhirnya, titik jenuh pertamaku yang sangat akut. Kupikir akan membaik di tahun baru ini. Nyatanya tidak. Sama saja kalau tidak semakin buruk. Aku tiba-tiba saja merasa lelah jika harus memikirkan rencana mengajar. Memikirkan urutan pembelajaran tidak lagi membuatku bersenang-senang.  Aku hanya ingin cepat pulang setiap hari. Burnout. Aku pusing sekali Ya Allah. Aku tidak ingin di sini. Tapi semuanya serba bertentangan. Aku akan tetap di sini bahkan 10 tahun ke depan. Toloong. Aku tidak suka mengajar hari ini. Semoga hanya hari ini.

Mom Brain

Katanya, otak seorang ibu memang berubah setelah melahirkan anak. Gampang lupa. Kalau istilah komputer, barangkali juga mudah nge-hang. Aku merasakannya sendiri. Sulit mencerna pernyataan panjang seseorang, apalagi yang tiba-tiba curhat tanpa pembukaan. Tidak menjelaskan duduk masalahnya. Ga ada konteks. Penyebab utamanya adalah kelelahan. Bukan hanya seputar mengurus anak, tapi juga ketika mulai bekerja, berinteraksi dengan lingkungan baru, budaya baru, tuntutan yang baru. Aku tidak lagi merasa antusias. Aku ingin menjadi manusia biasa saja, kalau bisa invisible. Aku tidak ingin dinotice. Tidak mau tahu urusan gosip kelompok sebelah. Aku juga tidak mau tahu aib-aib senior. Aku hanya ingin menjalani hari dengan tenang, tanpa harus mengingat banyak hal. Otatakku menolak bekerja lebih keras. Aku bisa menangis lebih dari sekali dalam sehari. Semuanya kulipat diam-diam, aku tidak mau mendapat pertanyaan. Tanya 'mengapa' akan membuat otakku berpikir keras. Sedangkan aku juga tidak t...