Skip to main content

Kosong

Semuanya terlihat putih tak bernoda di depan sana. Kamu menahan langkah ragu, tak tahu arah. Kepalamu mulai berisik menganalisis. Apa yang sedang terjadi di depan sana? Mengapa kamu tidak bisa melihat apapun? Sebentar, apa yang salah? Jalan di depan sana, matamu, atau otakmu?

Kakimu semakin enggan melangkah. Kekosongan itu menyedotmu ke dalam pusaran tak dikenal. Pusaran yang membuatmu tidak senang tapi juga tidak sedih. Tidak bersemangat tapi tidak malas juga. Baik tubuh maupun pikiranmu tertahan di awang-awang dengan latar belakang serba putih. 

Baru terpikir bahwa kekosongan lebih mengerikkan daripada yang kamu pikirkan selama ini. Kamu rindu garis-garis rumit menyerupai benang kusut yang selalu membuatmu menyeret kaki sepulang kerja. Kamu juga merindukan coretan abstrak pada catatan kuliah saat obrolan dosen menjadi super membosankan. Kamu rindu segala hal yang tidak kosong meskipun itu keluhan, cacian, tangisan bahkan kutukan. Kamu harus keluar dari kekosongan ini untuk segera kembali jadi manusia.

Cuaca sangat panas belakangan ini, kamu bisa saja menelpon teman dan mengajaknya minum segelas es kopi di kedai yang tak terlalu mahal harganya. Kamu bisa saja mengerjakan sisa-sisa pekerjaanmu yang belum tuntas. Bisa juga kamu membaca tumpukan buku yang belum tuntas kamu selami. Atau, seperti biasa kamu bisa menenggelamkan diri berpuluh-puluh menit dalam berbagai drama seri netflix. Namun, semua itu tidak lagi membuatmu tergugah.

Kekosongan menyihirmu menjadi makhluk hampa udara. Bernyawa namun tak bergairah.

Comments

Popular posts from this blog

Perihal Makan Bersama

Pagi-pagi sekali kami berpencar. Aku menyelesaikan masalahku, dia dengan dunia kerjanya. Pagi itu kami masih baik-baik saja. Bahkan sangat baik-baik saja. Siang hari juga berlalu dan tak ada masalah. Namun malam hari, perasaanku mulai tak menentu. Selepas Isya dia tak kunjung datang. Aku kelelahan setelah menghabiskan seharian dalam perjalanan panjang. Aku rebah. Dia datang dalam keadaan kuyu, sudah makan, katanya. Aku? Boro-boro makan, mandi pun tak sempat. Kupikir aku berkewajiban menunggunya pulang untuk makan bersama. Namun itu terbantahkan begitu saja. Memang tak ada perjanjian itu di awal. Hanya pikiranku sendiri yang berlebihan. Kusantap mie instan kuah dengan telur matang sempurna. Tak peduli sudah pukul dua satu lebih lima. Aku kelaparan. Tubuh yang tadi merengek minta ditidurkan kini terjaga. Aku harus tidur dalam keadaan kenyang. Bukan karena benar-benar lapar, tapi untuk sama-sama menunjukkan bahwa makan tak harus bersama.

Aku... Tidak Suka Mengajar Saat Ini

 Sudah tujuh tahun lebih mengajar, dan inilah akhirnya, titik jenuh pertamaku yang sangat akut. Kupikir akan membaik di tahun baru ini. Nyatanya tidak. Sama saja kalau tidak semakin buruk. Aku tiba-tiba saja merasa lelah jika harus memikirkan rencana mengajar. Memikirkan urutan pembelajaran tidak lagi membuatku bersenang-senang.  Aku hanya ingin cepat pulang setiap hari. Burnout. Aku pusing sekali Ya Allah. Aku tidak ingin di sini. Tapi semuanya serba bertentangan. Aku akan tetap di sini bahkan 10 tahun ke depan. Toloong. Aku tidak suka mengajar hari ini. Semoga hanya hari ini.

Mom Brain

Katanya, otak seorang ibu memang berubah setelah melahirkan anak. Gampang lupa. Kalau istilah komputer, barangkali juga mudah nge-hang. Aku merasakannya sendiri. Sulit mencerna pernyataan panjang seseorang, apalagi yang tiba-tiba curhat tanpa pembukaan. Tidak menjelaskan duduk masalahnya. Ga ada konteks. Penyebab utamanya adalah kelelahan. Bukan hanya seputar mengurus anak, tapi juga ketika mulai bekerja, berinteraksi dengan lingkungan baru, budaya baru, tuntutan yang baru. Aku tidak lagi merasa antusias. Aku ingin menjadi manusia biasa saja, kalau bisa invisible. Aku tidak ingin dinotice. Tidak mau tahu urusan gosip kelompok sebelah. Aku juga tidak mau tahu aib-aib senior. Aku hanya ingin menjalani hari dengan tenang, tanpa harus mengingat banyak hal. Otatakku menolak bekerja lebih keras. Aku bisa menangis lebih dari sekali dalam sehari. Semuanya kulipat diam-diam, aku tidak mau mendapat pertanyaan. Tanya 'mengapa' akan membuat otakku berpikir keras. Sedangkan aku juga tidak t...