Skip to main content

Tumis Kentang Wortel

Aku tidak pandai memasak. Belum. Tapi aku yakin memasak itu bukan bakat alami seseorang dari lahir melainkan hasil latihan. Jadi, bisa saja suatu hari nanti, itupun kalau tekadku kuat, aku bisa jago masak. 

Jago masak tidak pernah jadi bagian dari tujuanku sebelum ini. Apa yang mengubahku? Banyak hal, di antaranya drakor-drakor yang penuh dengan adegan dari restoran ke restoran. Orang korea itu, ketika menikmati makanan enak, mereka mengekspresikannya dengan (agak) berlebihan menurutku. Tapi konon, itu cara mereka berterima kasih (baca: bersyukur) atas makanan yang mereka makan. Makanan yang baik (enak, cantik, sehat) bisa menjadi salah satu faktor meningkatkan kualitas hidup seseorang. Aku jadi lebih penasaran saja pada makanan, terutama makanan rumahan.

Hal lain yang mendorongku adalah, karena aku mulai senang melihat-lihat panci, pan, alat masak apapun itu di pasar onlen. Aneh juga, kenapa hanya dengan melihat benda-benda itu, aku merasa senang. Kata seorang teman, mungkin aku sudah menemukan lagi "fitrah"-ku sebagai perempuan. Ada-ada saja. Aku yakin juga kalau kemampuan memasak tidak membedakan gender.  

Sampai sini, apa aku cukup melantur? Yes, begitu sepertinya.

Ini tumis kentang wortel yang kumasak (lagi-lagi gara-gara) setelah melihat acara variety show korea berjudul 3 Meals A Day edisi pemain Hospital Playlist. Betul, itu drama yang kumaksud sebelumnya. Pada salah satu episode, para member memasak hidangan ini. Iris-iris wortel dan kentang, tumis, lalu taburi garam dan lada. Ajaibnya adalah, ekspresi para member saat menyantapnya.

Memang seenak itu?

Setelah mencoba sendiri aku baru paham arti senyuman itu. Akhirnya ini jadi semacam makanan rutin selama aku kos di Cheongwadae.

[Skor 1-5] Tumis Kentang Wortel

Visual 🌟

Rasa 🌟🌟🌟🌟🌟

Kesulitan 🌟🌟

Comments

Popular posts from this blog

Perihal Makan Bersama

Pagi-pagi sekali kami berpencar. Aku menyelesaikan masalahku, dia dengan dunia kerjanya. Pagi itu kami masih baik-baik saja. Bahkan sangat baik-baik saja. Siang hari juga berlalu dan tak ada masalah. Namun malam hari, perasaanku mulai tak menentu. Selepas Isya dia tak kunjung datang. Aku kelelahan setelah menghabiskan seharian dalam perjalanan panjang. Aku rebah. Dia datang dalam keadaan kuyu, sudah makan, katanya. Aku? Boro-boro makan, mandi pun tak sempat. Kupikir aku berkewajiban menunggunya pulang untuk makan bersama. Namun itu terbantahkan begitu saja. Memang tak ada perjanjian itu di awal. Hanya pikiranku sendiri yang berlebihan. Kusantap mie instan kuah dengan telur matang sempurna. Tak peduli sudah pukul dua satu lebih lima. Aku kelaparan. Tubuh yang tadi merengek minta ditidurkan kini terjaga. Aku harus tidur dalam keadaan kenyang. Bukan karena benar-benar lapar, tapi untuk sama-sama menunjukkan bahwa makan tak harus bersama.

Aku... Tidak Suka Mengajar Saat Ini

 Sudah tujuh tahun lebih mengajar, dan inilah akhirnya, titik jenuh pertamaku yang sangat akut. Kupikir akan membaik di tahun baru ini. Nyatanya tidak. Sama saja kalau tidak semakin buruk. Aku tiba-tiba saja merasa lelah jika harus memikirkan rencana mengajar. Memikirkan urutan pembelajaran tidak lagi membuatku bersenang-senang.  Aku hanya ingin cepat pulang setiap hari. Burnout. Aku pusing sekali Ya Allah. Aku tidak ingin di sini. Tapi semuanya serba bertentangan. Aku akan tetap di sini bahkan 10 tahun ke depan. Toloong. Aku tidak suka mengajar hari ini. Semoga hanya hari ini.

Mom Brain

Katanya, otak seorang ibu memang berubah setelah melahirkan anak. Gampang lupa. Kalau istilah komputer, barangkali juga mudah nge-hang. Aku merasakannya sendiri. Sulit mencerna pernyataan panjang seseorang, apalagi yang tiba-tiba curhat tanpa pembukaan. Tidak menjelaskan duduk masalahnya. Ga ada konteks. Penyebab utamanya adalah kelelahan. Bukan hanya seputar mengurus anak, tapi juga ketika mulai bekerja, berinteraksi dengan lingkungan baru, budaya baru, tuntutan yang baru. Aku tidak lagi merasa antusias. Aku ingin menjadi manusia biasa saja, kalau bisa invisible. Aku tidak ingin dinotice. Tidak mau tahu urusan gosip kelompok sebelah. Aku juga tidak mau tahu aib-aib senior. Aku hanya ingin menjalani hari dengan tenang, tanpa harus mengingat banyak hal. Otatakku menolak bekerja lebih keras. Aku bisa menangis lebih dari sekali dalam sehari. Semuanya kulipat diam-diam, aku tidak mau mendapat pertanyaan. Tanya 'mengapa' akan membuat otakku berpikir keras. Sedangkan aku juga tidak t...