Skip to main content

Serba Terburu

Hari ini langkahku serba terburu. Bangun pagi dan menghangatkan nasi. Menyiapkan diri dan mengantar anak. Mengendarai motor ke rumah lalu ke sekolah. Menyiapkan supervisi di pagi hari. Membersamai anak-anak ke museum. Pulang ke sekolah dan mengisi survei. Pulang sekolah dan pergi top up. Rumah. Memasak dan makan. Pergi menjemput anak. Pulang menyuapi makan. Menyiapkan makan. Makan. Menidurkan anak.

Hari ini serba terburu. Kakiku pegal tak menentu. Badanku lelah tak karuan. Hanya saja ada hiburan, ia bilang kebaikanku dilipatgandakan. Itu saja cukup. Ketika pikiran jernih, ini bukan apa-apa. Hanya rutinitas yang belum terbiasa.

Pakaian kotor mencuat dari keranjangnya. Piring dan gelas kotor saling bertumpuk tak beraturan. Kemarin dan hari ini, separuhku sedang sakit. Ini rasanya pincang dengan dua kaki. Cepat sembuh sayang.


Comments

Popular posts from this blog

Perihal Makan Bersama

Pagi-pagi sekali kami berpencar. Aku menyelesaikan masalahku, dia dengan dunia kerjanya. Pagi itu kami masih baik-baik saja. Bahkan sangat baik-baik saja. Siang hari juga berlalu dan tak ada masalah. Namun malam hari, perasaanku mulai tak menentu. Selepas Isya dia tak kunjung datang. Aku kelelahan setelah menghabiskan seharian dalam perjalanan panjang. Aku rebah. Dia datang dalam keadaan kuyu, sudah makan, katanya. Aku? Boro-boro makan, mandi pun tak sempat. Kupikir aku berkewajiban menunggunya pulang untuk makan bersama. Namun itu terbantahkan begitu saja. Memang tak ada perjanjian itu di awal. Hanya pikiranku sendiri yang berlebihan. Kusantap mie instan kuah dengan telur matang sempurna. Tak peduli sudah pukul dua satu lebih lima. Aku kelaparan. Tubuh yang tadi merengek minta ditidurkan kini terjaga. Aku harus tidur dalam keadaan kenyang. Bukan karena benar-benar lapar, tapi untuk sama-sama menunjukkan bahwa makan tak harus bersama.

Aku... Tidak Suka Mengajar Saat Ini

 Sudah tujuh tahun lebih mengajar, dan inilah akhirnya, titik jenuh pertamaku yang sangat akut. Kupikir akan membaik di tahun baru ini. Nyatanya tidak. Sama saja kalau tidak semakin buruk. Aku tiba-tiba saja merasa lelah jika harus memikirkan rencana mengajar. Memikirkan urutan pembelajaran tidak lagi membuatku bersenang-senang.  Aku hanya ingin cepat pulang setiap hari. Burnout. Aku pusing sekali Ya Allah. Aku tidak ingin di sini. Tapi semuanya serba bertentangan. Aku akan tetap di sini bahkan 10 tahun ke depan. Toloong. Aku tidak suka mengajar hari ini. Semoga hanya hari ini.

Hiu

Aku pernah merasa sangat kelabakan sebagai ibu rumah tangga yang juga bekerja. Ketika melihat tumpukan baju yang belum disetrika aku merasa stress. Ketika ingat ada cucian yang masih menumpuk, stress. Belum lagi keseharianku sebagai guru. Aku dikejar rasa bersalah setiap harinya. Tak jarang emosi itu menumpuk dan meluap pada suami. Hehe, maklum, dia yang paling sering kutemui di muka bumi ini sekarang. Belakangan aku menyadari kuncinya. Aku mulai memaksa diri untuk mengosongkan tempat cucian dan tempat setrikaan. Jika waktu dikontrakan aku masih punya seseorang yang membantu pekerjaanku, setelah pindah ke rumah sendiri aku harus mengerjakan semuanya sendiri. Ya, dengan kata lain aku harus bergerak menuntaskan semua kekacauan di rumahku. Tak peduli sedang lelah atau ngantuk, aku harus mengerjakannya setiap hari. Perlahan, cucian tak lagi menggunung. Baju yang harus disetrika tak lagi kentara. Aku mulai menikmati kesibukanku.  Meskipun memang lelah, tapi aku merasa tenang. Bahkan mes...