Skip to main content

Salah ya Salah

Punya idealisme, tak berarti seseorang akan hidup keren dan selamanya berjalan di atas kebenaran. Kadang idealisme hanya menjadi pajangan prestasi yang pernah dicapai di masa lalu, berkilau dan membanggakan, sayangnya kini tak berarti apa-apa. Bahkan, idealisme bisa menjadi kebenaran yang menyiksa karena kita tahu apa yang harusnya dilakukan, tapi tak mampu melakukannya.

Apa misal?

Melawan pungutan liar yang dilakukan oleh 'atasan' yang menyebalkannya harus diberi label 'oknum'. Sebal karena sebutan itu terlalu halus, lebih asik jika dipanggil 'atasan korup'. Hahaha. Benar, aku terlibat dalam pusaran itu. Ada pihak-pihak yang dengan cara licik, menyuruh kami untuk membayar sejumlah uang karena uang kekurangan gaji kami sudah cair. Mereka kira, cairnya uang itu atas jasa mereka. Ckk.

Kenapa aku bilang licik? Karena mereka memakai narasi 'sok' terhormat dengan kalimat: Silahkan memberi uang partisipasi sukarela. Begitulah kurang lebih. Benar, tentu saja mereka nggak goblok-goblok amat dengan memeras secara terang-terangan. Tapi cara mereka mengatakan itu, seolah itu memang seharusnya dan seolah, itu memang kewajiban kami. Padahal hey, kami ini subjek pelayanan mereka. Mereka hanya mengerjakan kewajiban mereka dan itu tidak perlu bayaran dari kami.

Kejadian memuakkan ini mungkin masih terjadi pada ribuan manusia tanah air. Pemerasan itu sudah dibungkus rapi sedemikian rupa dan berganti nama menjadi uang terima kasih. Manusia tanah air yang terlalu baik dan menyayangi sesama itu, terlupa bahwa hal yang salah tetap salah. Memang benar, setelah uang suap atau pemerasan itu mengalir, biasanya hubungan jadi lebih cair, lebih akrab, urusan jadi liciin. Tapi memangnya itu menghilangkan segala noda dan kegerahan?

Hati manusia yang cenderung pada kebaikan, tentu selalu menolak meski di permukaan, tak ada pilihan lain kecuali ikut arus. Di belakang? Tentu saja maki dan serapah beruntai. Artinya, manusia tanah air juga tahu bahwa yang salah ya salah. Tidak jadi benar nilainya ketika dilakukan banyak orang. Tidak menjadi benar nilainya sekalipun itu sudah mengakar budaya di suatu tanah.

Aku masih belajar menjadi manusia tanah air yang tak gentar melawan ketidakadilan. Perlawananku tipis-tipis saja, tapi mudah-mudahan aku tak hanyut bersama arus itu. Mudah-mudahan aku tetap menjadi manusia tanah air yang menganggap aneh praktik gratifikasi semacam itu. Mudah-mudahan aku selalu berada dalam lingkaran orang-orang yang juga memperjuangkan kebenaran. Meskipun, tipis-tipis saja.
 

Comments

Popular posts from this blog

Perihal Makan Bersama

Pagi-pagi sekali kami berpencar. Aku menyelesaikan masalahku, dia dengan dunia kerjanya. Pagi itu kami masih baik-baik saja. Bahkan sangat baik-baik saja. Siang hari juga berlalu dan tak ada masalah. Namun malam hari, perasaanku mulai tak menentu. Selepas Isya dia tak kunjung datang. Aku kelelahan setelah menghabiskan seharian dalam perjalanan panjang. Aku rebah. Dia datang dalam keadaan kuyu, sudah makan, katanya. Aku? Boro-boro makan, mandi pun tak sempat. Kupikir aku berkewajiban menunggunya pulang untuk makan bersama. Namun itu terbantahkan begitu saja. Memang tak ada perjanjian itu di awal. Hanya pikiranku sendiri yang berlebihan. Kusantap mie instan kuah dengan telur matang sempurna. Tak peduli sudah pukul dua satu lebih lima. Aku kelaparan. Tubuh yang tadi merengek minta ditidurkan kini terjaga. Aku harus tidur dalam keadaan kenyang. Bukan karena benar-benar lapar, tapi untuk sama-sama menunjukkan bahwa makan tak harus bersama.

Aku... Tidak Suka Mengajar Saat Ini

 Sudah tujuh tahun lebih mengajar, dan inilah akhirnya, titik jenuh pertamaku yang sangat akut. Kupikir akan membaik di tahun baru ini. Nyatanya tidak. Sama saja kalau tidak semakin buruk. Aku tiba-tiba saja merasa lelah jika harus memikirkan rencana mengajar. Memikirkan urutan pembelajaran tidak lagi membuatku bersenang-senang.  Aku hanya ingin cepat pulang setiap hari. Burnout. Aku pusing sekali Ya Allah. Aku tidak ingin di sini. Tapi semuanya serba bertentangan. Aku akan tetap di sini bahkan 10 tahun ke depan. Toloong. Aku tidak suka mengajar hari ini. Semoga hanya hari ini.

Tak Apa, Kamu Sudah Berusaha

Berapa banyak orang yang pernah ngomong gitu ke kamu? dengan tulus... Kayaknya jarang banget, atau malah ga ada ya? Padahal kalau ada kalimat yang dimasukin ke kapsul terus dijual di apotek dan khasiatnya mirip antibiotik, mungkin itu deh kalimatnya: Ga Apa-apa, Kamu Sudah Berusaha. Kalau dijual di toko kosmetik, kalimat itu nempel di semua produk kulit yang punya klaim: antioksidan. Hati, kepala sampai kulit luar kamu bebas dari bakteri inferior, radikal bebas rasa bersalah dan minder. Tapi, pemakaiannya harus teratur. Tiga kali sehari, pagi, siang, malam. Kalau aku, aku tempelin kata-kata itu di layar laptop, benda yang paling sering diliat tiap hari. Tiap baca kalimat itu, ga tau kenapa terhibur aja meskipun ga lagi ada apa-apa. Ajaib ya? Diucapin ke diri sendiri aja segitu ngefeknya loh. Apalagi kalau ada orang lain yang bilang kayak gitu ke kamu. Dimengerti sama orang lain, adalah sebuah keistimewaan loh. Ga semua orang pernah dan punya kesempatan  itu. Coba deh perhatiin, mun...