Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2024

Piring-piring Kotor

Hai piring-piring kotor yang selalu kusimpan di bawah kompor. Malam ini, kubuatkan sebuah puisi untukmu. Bertumpuk-tumpuk dengan lelah, dirimu Berdiam dalam dingin Kalian enggan bertikai Di penghujung hari ini, cukup tenggelamkan diri dalam larutan pikiran masing-masing Tak mau bertanya, tak mau ditanya Tak mau ambil pusing Jiwamu hampa Besok, kau akan berhadapan kembali dengan kecap, saus sambal, minyak Berjibaku dengan panas dan pedas Berebut tempat dengan si panci dan wajan gendut Aku tak tahu bagaimana caranya agar kalian bahagia Dicuci? Sabun cair warna hijau itu selalu mengejek kalian Kusam dan lengket Bersih adalah jasa si sabun Kalian tak senang dicuci Hai piring-piring kotor Malam ini, tidurlah lebih awal Mimpi dalam tidurmu mungkin lebih menghibur  dari bangunmu. Selamat tidur.

Belum Sembuh

Sepertinya memang ada satu bagian yang belum sembuh pada diriku. Panggil saja ia luka tak bernama. Biasa saja, seperti orang lain, aku pun punya. Hari ini, aku tahu ia masih ada. Seperti sepenggal cerita yang lupa dihapus. Seperti bait puisi yang tak tuntas. Seperti pesan berakhir tanda koma. Berangkat kerja, rasanya seperti mau masuk wajib militer. Tak jelas apa yang membuat enggan, yang jelas, perasaan tak menyenangkan itu sangat kentara. Mereka baik, tentu saja, setidaknya di depanku. Namun aku tidak mau bergabung. Aku tidak mau tahu cerita mereka lebih jauh. Aku tidak mau terlibat lebih dalam. Aku hanya ingin di duniaku sendiri. Datang, kerja, pulang. Dapat gaji. Serius? Ga ada pemaknaan lebih dalam? kamu guru loh. Untuk saat ini, aku ingin seperti ini dulu. Jujur sangatlah membantu dalam merilis emosi. Setidaknya aku bisa jujur pada diri sendiri. Sulit mengatakan ini pada pihak lain karena dari luar aku terlihat terlalu baik-baik saja. Daripada disalahpahami atau mendapat respon y...

Mom Brain

Katanya, otak seorang ibu memang berubah setelah melahirkan anak. Gampang lupa. Kalau istilah komputer, barangkali juga mudah nge-hang. Aku merasakannya sendiri. Sulit mencerna pernyataan panjang seseorang, apalagi yang tiba-tiba curhat tanpa pembukaan. Tidak menjelaskan duduk masalahnya. Ga ada konteks. Penyebab utamanya adalah kelelahan. Bukan hanya seputar mengurus anak, tapi juga ketika mulai bekerja, berinteraksi dengan lingkungan baru, budaya baru, tuntutan yang baru. Aku tidak lagi merasa antusias. Aku ingin menjadi manusia biasa saja, kalau bisa invisible. Aku tidak ingin dinotice. Tidak mau tahu urusan gosip kelompok sebelah. Aku juga tidak mau tahu aib-aib senior. Aku hanya ingin menjalani hari dengan tenang, tanpa harus mengingat banyak hal. Otatakku menolak bekerja lebih keras. Aku bisa menangis lebih dari sekali dalam sehari. Semuanya kulipat diam-diam, aku tidak mau mendapat pertanyaan. Tanya 'mengapa' akan membuat otakku berpikir keras. Sedangkan aku juga tidak t...