Skip to main content

Kabar Kematianku

Suatu hari, kamu akan membaca sebuah pengumuman tentang kepergianku melalui pesan whatsapp. Entah siapa yang pertama kali menyebarkannya, yang jelas saat itu kabar telah sampai di berbagai grup. Beberapa menit berselang ucapan istirj'a datang silih berganti disertai do'a-doa seperti biasa: semoga amal diterima dan semoga keluarga kuat.

Tentu saja saat itu tubuh kaku dan dinginku sudah tidak bisa ikut berkomentar atau sekedar mengaminkan do'a dari kalian. Saat itu aku mungkin baru selesai dimandikan dan hendak dibungkus dengan kain kafan. 

Kamu mungkin lupa siapa aku. Atau mungkin kamu ingat-ingat lupa. Lalu membuka profil whatsappku, nihil, hanya ada gambar langit di sana. Lalu kamu mencoba menchat teman terdekat dan menanyakan siapa yang baru saja dikabarkan meninggal. Temanmu juga lupa tapi menyuruhmu mencari akun medsosnya.

Kamu pun meluncur ke instargam, mencari di antara teman-temanmu namun tidak ada. Lalu kamu kembali ke pencarian, ah, namaku juga terlalu umum. Namun pencarian teratas diikuti oleh salahsatu orang yang kamu kenal. Ya, itu akunku. 

Postingan terakhir tidak mencurigakan sama sekali. Kamu menyimpulkan aku tidak mendapat firasat kematian. Rasa penasaran mendorongmu menyelusuri feed instagramku terusss.. melampaui tahun. Tidak ada yang menarik namun hatimu merasa aneh, kamu berkunjung ke akun teman  yang tidak terlalu dikenal saat sosoknya sudah tiada. 

Penelusuran singkat itu membuatku sedikit lebih tahu seperti apa kehidupanku. Biasa saja, sederhana, pemalu dan tidak macam-macam. Kamu merasa bersimpati atas kepergianku di usia yang sama denganmu.

Selesai dikafani aku disolatkan oleh beberapa anggota keluarga di sana. Namun kamu tidak ada. Entah tidak ada waktu atau merasa tidak dekat denganku sewaktu aku masih hidup. Padahal, hadiah terakhir yang bisa diberikan pada si mati adalah shalat jenazah. 

Andai saja aku masih punya waktu untuk menuliskan pesan di akun instragram, aku ingin meminta teman-temanku, baik yang dekat maupun yang jauh, untuk datang dan shalatkanlah jenazahku. Tidak perlu bawa uang duka. Datang dan shalatkan jenazahku, tidak memakan waktu lama. Jika bisa berbicara sebentar dengan keluargaku, aku berterima kasih sekali.

Suara ambulans mobil jenazah terdengar menyayat hati. Waktu pulangku sudah tiba.

Sekian, kabar dariku.  

Comments

Popular posts from this blog

Sibuk adalah Obat

Kamu sudah tahu bahwa dirimu tidak bisa mengendalikan aliran perasaan. Namun kabar baiknya, kamu tahu kamu bisa mengendalikan apa yang kamu lakukan. Perasaan aneh itu terus mengalir melukai dirimu setiap detik. Tapi kamu mencoba mengalihkan fokus dengan tetap berjalan di atas kesibukan.  Tidak ada tepuk tangan atas keputusanmu itu. Tidak pula ada umpatan. Kamu berjalan seolah memang begini seharusnya. Kamu juga merasa tidak punya hak atas keluhan, apalagi menangis.  Kesibukan menggerus setiap menit dalam harimu, lebih menyakitkan dari perasaan itu. Lebih melelahkan, lebih menyesakkan. Kamu tidak peduli karena itu memang apa yang kamu mau. Rasa sakit yang dapat menutupi rasa sakit lainnya.  Di suatu malam, aku mengirim surat kepada angin. Malam itu juga sang angin menjawab bahwa kamu tidak sendirian. Ratusan, ribuan, ratus ribuan orang-orang yang pernah bertemu denganmu, mengobrol denganmu, atau bahkan hanya berpapasan denganmu, mereka semua mempunyai resep yang sama denga...

Mengenang Masa Pandemi

Rasanya seperti mimpi! Itu barangkali yang sering terlintas di benak setiap kali mengingat masa pandemi Covid-19 yang begitu mencekam. Masa-masa bekerja dari rumah itu, membuat setiap dari kita memiliki hobi baru. Bagiku ada satu channel Youtube yang hampir setiap hari kutonton. Saat ini aku lupa nama channelnya. Ia bercerita tentang keseharian ibu rumah tangga dan beberapa pemikiran yang cukup relate denganku. Begitu sukanya bahkan aku mencoba meniru konsep video youtube tersebut meskipun tentu saja jauuuuh sekali hasilnya.  Aku berencana menghapusnya dari drive komputer. Maka, aku lampirkan saja dua video itu, di sini. Citepok Ciamis