Dulu, menulis cerita diam-diam dalam buku tulis merk Mirage menjadi kesenangan tersendiri buatku. Setiap kali memiliki waktu luang, aku akan mengambil pulpen dan kembali meneruskan cerita yang kubuat. Padahal dulu jika dipikir-pikir aku harus rela mengorbankan waktu istirahatku di sela waktu belajar, kegiatan di asrama dan kegiatan di organisasi. Semangat untuk meneruskan cerita, menambah konflik-konflik baru, riset latar tempat lewat ensiklopedia di perpustakaan, semuanya terasa berharga sekali sekarang.
Waktu luang ada, kemudahan mencari informasi punya, platform menulis mudah sekali menjangkaunya. Namun sumbu semangat itu terselip di antara kenangan-kenangan manis, tak kutemukan juga sampai hari ini. Menulis menjadi cita-cita yang ingin kulakukan, bukan lagi hobi yang senantiasa meletupkan kegembiraan buatku.
Bagaimana denganmu? Ada sumbu yang hilang seperti itu?
Dulu kamu sangat menikmatinya tanpa beban apapun, bahkan pekerjaan itu yang menyumbangkan suntikan semangat pada hari-harimu. Sekarang, tidak lagi.
Aku sudah berhenti menganalisis apa yang salah, faktor apa saja yang membuat seseorang tak lagi sama dengan dulu, atau bahkan mengorek-ngorek teori kebosanan. Aku sudah cukup dengan teori, sebaiknya kamu pun begitu.
Jangan-jangan berbagai teori alias alasan itu yang menutupi sumbu. Jangan-jangan selama ini sumbu yang kita cari berada tepat di sebelah jempol kaki. Kamu hanya tidak punya api untuk menyalakannya.
Sore ini, di antara deru hujan, aku masih mencari-cari sumbu. Tangan kiriku mengenggam korek api tak ingin dugaanku keliru. Api itu masih ada, sumbunya juga masih ada. Aku tinggal berjuang untuk mempertemukan keduanya. Semoga sumbunya tidak basah karena hujan di luar sana.
Comments