Ketika merasa lelah atau merasa sudah "mencapai batasmu", kamu tidak bisa mengatakannya pada siapapun. Bukan tidak ingin sebenarnya, tapi tidak saja. Sudah terlalu terbiasa barangkali, lagipula, harus cerita pada siapa? Kamu selalu merasa orang itu harus "perlu" kamu ajak bicara. Tidak bisa sembarangan. Karena itu, semakin sulit bagimu untuk bercerita.
Pagi itu, perjalanan lebih dari tiga puluh kilo meter yang ditempuh menggunakan sepeda motor, cukup membuat kewalahan. Agenda di hari sebelumnya membuat energi cukup terkuras, ditambah suasana hati yang tidak kondusif. Kamu lelah, ingin sekali merebahkan tubuh dan beristirahat seharian. Tapi apakah bisa? Tentu tidak. Hari ini pertama masuk kerja kembali setelah akhir pekan. Meski berat, kamu tetap bekerja.
Resiko manusia dewasa memang begitu.
Siang harinya kamu masih harus mengerjakan tugas tambahan. Kantor mulai kosong karena jam kerja sudah usai. Kelelahanmu semakin memuncak. Jika ada orang asing di sebelahmu yang kebetulan mengajak ngobrol, ingin sekali kamu bicara bahwa kamu sedang lelah. Kamu berandai-andai bahwa dengan membicarakannya, bebanmu akan berkurang. Tapi, orang seperti itu juga tidak ada.
Sambil berjalan pulang, kamu mampir ke toko es krim. Es krim taro berbalut cokelat kacang menjadi pilihanmu. Dingin, manis, dan gurih. Di rumah, kamu melumat sepotong es krim dalam diam. Barangkali, tanpa sepatah kata pun, es krim itu sudah mengerti bahwa kamu sedang menghibur diri.
Ketika perasaan "sudah pada batasnya" itu datang kembali, ingat saja cerita ini dan mampir ke toko es krim, kedai kopi atau barangkali warung indomie. Energimu harus kembali agar keadaan bisa menjadi baik-baik saja seperti semula.
Comments