Kamu sudah tahu bahwa dirimu tidak bisa mengendalikan aliran perasaan. Namun kabar baiknya, kamu tahu kamu bisa mengendalikan apa yang kamu lakukan. Perasaan aneh itu terus mengalir melukai dirimu setiap detik. Tapi kamu mencoba mengalihkan fokus dengan tetap berjalan di atas kesibukan.
Tidak ada tepuk tangan atas keputusanmu itu. Tidak pula ada umpatan. Kamu berjalan seolah memang begini seharusnya. Kamu juga merasa tidak punya hak atas keluhan, apalagi menangis.
Kesibukan menggerus setiap menit dalam harimu, lebih menyakitkan dari perasaan itu. Lebih melelahkan, lebih menyesakkan. Kamu tidak peduli karena itu memang apa yang kamu mau. Rasa sakit yang dapat menutupi rasa sakit lainnya.
Di suatu malam, aku mengirim surat kepada angin. Malam itu juga sang angin menjawab bahwa kamu tidak sendirian. Ratusan, ribuan, ratus ribuan orang-orang yang pernah bertemu denganmu, mengobrol denganmu, atau bahkan hanya berpapasan denganmu, mereka semua mempunyai resep yang sama denganmu.
Sibuk adalah obat bagi mereka yang terluka. Luka yang tidak bisa mereka kendalikkan pendarahannya. Luka tak kasat mata dan menyiksa setiap nanometer pembuluh darah dalam diri.
Kamu dan ratusan ribu orang itu masih punya kemerdekaan di atas rasa sakit; sibuk pada hal baik atau sibuk pada hal buruk. Sibuk pada hal baik, setidaknya memerikanmu sedikit penawar kebahagiaan sekian cc sehari. Namun jika sibuk hal buruk, waktu akan menjadi bumerang yang dapat menancapkan keburukan itu kembali padamu.
Selamat hari libur.
Comments