Skip to main content

Sulit Tidur

Sebenarnya ini kondisi yang jarang terjadi setelah menikah. Di awal-awal pernikahan, jam tidurku entah kenapa otomatis ikut jam tidur suami. Jam delapan sudah ngantuk sekali. Begitu punya anak, jam tidurku tak banyak berubah. Kelelahan di siang hari membuatku cepat terlelap sambil menidurkan si kecil. Meskipun seringkali aku terbangun di malam hari karena si kecil terbangun ingin menyusu.

Dua hari ke belakang tidurku sangat tidak nyenak. Aku bahkan dapat mengingat mimpiku secara detil. Mimpi yang kurang bagus. Begitu bangun tidur tubuhku lelah luar biasa. Aku tidak tahu apa penyebabnya.

Namun hari ini, tepatnya siang tadi, tidurku begitu nyenyak. Si kecil juga ikut-ikutan tidur. Dari sekitar pukul setengah dua sampai setengah lima. Sore harinya badanku segar dan aku sudah punya firasat tidurku malam ini akan sulit. Sengaja, aku meminum segelas es kopi, tapi itu pun bukan kopi banget karena persediaan kopi di rumah tinggal segitu, kurang lebih satu sendok teh saja.

Alhasil aku sulit tidur. Si kecil juga tumben, tidak terbangun berkali-kali. Momentum ini antara musibah dan anugerah. Di satu sisi aku takut besok tidak fit, padahal butuh tenaga full karena akan mengikuti devile pramuka. Di satu sisi aku merasa ini kesempatanku untuk me time. Tapi aku malah bingung, apa yang harus aku lakukan. Tentu saja aku menulis. Setelah ini mungkin aku akan sedikit beberes agar besok pagi tidak begitu hectic. Oh ya, mumpung masih jam 11 mungkin aku juga bisa memulai kegiatan hidroponik yang tertunda terus. Bye. Goodnight.

Comments

Popular posts from this blog

Kabar Kematianku

Suatu hari, kamu akan membaca sebuah pengumuman tentang kepergianku melalui pesan whatsapp. Entah siapa yang pertama kali menyebarkannya, yang jelas saat itu kabar telah sampai di berbagai grup. Beberapa menit berselang ucapan istirj'a  datang silih berganti disertai do'a-doa seperti biasa: semoga amal diterima dan semoga keluarga kuat. Tentu saja saat itu tubuh kaku dan dinginku sudah tidak bisa ikut berkomentar atau sekedar mengaminkan do'a dari kalian. Saat itu aku mungkin baru selesai dimandikan dan hendak dibungkus dengan kain kafan.  Kamu mungkin lupa siapa aku. Atau mungkin kamu ingat-ingat lupa. Lalu membuka profil whatsappku, nihil, hanya ada gambar langit di sana. Lalu kamu mencoba menchat teman terdekat dan menanyakan siapa yang baru saja dikabarkan meninggal. Temanmu juga lupa tapi menyuruhmu mencari akun medsosnya. Kamu pun meluncur ke instargam, mencari di antara teman-temanmu namun tidak ada. Lalu kamu kembali ke pencarian, ah, namaku juga terlalu umum. Namun...

Hari-hariku Dua Bulan ke Belakang

Setiap bangun tidur, tubuhku terasa lelah bukan main. Namun di saat bersamaan, pikiranku langsung tertuju pada runtutan tugas pagi itu. "Ah, aku harus menanak nasi" "Aku juga harus memasak mpasi" "Sarapan pake apa ya?" "Mandi dulu deh, sekarang hari senin..." Setelah mandi Menanak nasi itu urutannya : nyuci beras, masak nasi, kukus nasi, mendinginkan nasi Bikin mpasi itu urutannya : cemplung nasi, cemplung lauk, sayur, bumbu, blender, masukin ke kontainer Masak lauk : kocok telur, bumbu-bumbu, goreng Manasin air : masukin air ke teko, simpan teko di kompor Di sela-sela itu, kalau si kecil tidak dijaga ayahnya, aku akan bolak-balik menjaganya. Lalu keringat sudah bercucuran lagi. Makan, sambil menyeduh kopi yang entah sempat diminum atau tidak. Lalu pakai baju, make up, sambil nonton tekotok. Biasanya di waktu-waktu ini pengasuh datang. Tiba-tiba saja lima menit lagi menuju pukul 7. Pulang kerja, badan sudah tentu cape, namun bahagia bertemu lagi ...

Sibuk adalah Obat

Kamu sudah tahu bahwa dirimu tidak bisa mengendalikan aliran perasaan. Namun kabar baiknya, kamu tahu kamu bisa mengendalikan apa yang kamu lakukan. Perasaan aneh itu terus mengalir melukai dirimu setiap detik. Tapi kamu mencoba mengalihkan fokus dengan tetap berjalan di atas kesibukan.  Tidak ada tepuk tangan atas keputusanmu itu. Tidak pula ada umpatan. Kamu berjalan seolah memang begini seharusnya. Kamu juga merasa tidak punya hak atas keluhan, apalagi menangis.  Kesibukan menggerus setiap menit dalam harimu, lebih menyakitkan dari perasaan itu. Lebih melelahkan, lebih menyesakkan. Kamu tidak peduli karena itu memang apa yang kamu mau. Rasa sakit yang dapat menutupi rasa sakit lainnya.  Di suatu malam, aku mengirim surat kepada angin. Malam itu juga sang angin menjawab bahwa kamu tidak sendirian. Ratusan, ribuan, ratus ribuan orang-orang yang pernah bertemu denganmu, mengobrol denganmu, atau bahkan hanya berpapasan denganmu, mereka semua mempunyai resep yang sama denga...