Punya idealisme, tak berarti seseorang akan hidup keren dan selamanya berjalan di atas kebenaran. Kadang idealisme hanya menjadi pajangan prestasi yang pernah dicapai di masa lalu, berkilau dan membanggakan, sayangnya kini tak berarti apa-apa. Bahkan, idealisme bisa menjadi kebenaran yang menyiksa karena kita tahu apa yang harusnya dilakukan, tapi tak mampu melakukannya.
Apa misal?
Melawan pungutan liar yang dilakukan oleh 'atasan' yang menyebalkannya harus diberi label 'oknum'. Sebal karena sebutan itu terlalu halus, lebih asik jika dipanggil 'atasan korup'. Hahaha. Benar, aku terlibat dalam pusaran itu. Ada pihak-pihak yang dengan cara licik, menyuruh kami untuk membayar sejumlah uang karena uang kekurangan gaji kami sudah cair. Mereka kira, cairnya uang itu atas jasa mereka. Ckk.
Kenapa aku bilang licik? Karena mereka memakai narasi 'sok' terhormat dengan kalimat: Silahkan memberi uang partisipasi sukarela. Begitulah kurang lebih. Benar, tentu saja mereka nggak goblok-goblok amat dengan memeras secara terang-terangan. Tapi cara mereka mengatakan itu, seolah itu memang seharusnya dan seolah, itu memang kewajiban kami. Padahal hey, kami ini subjek pelayanan mereka. Mereka hanya mengerjakan kewajiban mereka dan itu tidak perlu bayaran dari kami.
Kejadian memuakkan ini mungkin masih terjadi pada ribuan manusia tanah air. Pemerasan itu sudah dibungkus rapi sedemikian rupa dan berganti nama menjadi uang terima kasih. Manusia tanah air yang terlalu baik dan menyayangi sesama itu, terlupa bahwa hal yang salah tetap salah. Memang benar, setelah uang suap atau pemerasan itu mengalir, biasanya hubungan jadi lebih cair, lebih akrab, urusan jadi liciin. Tapi memangnya itu menghilangkan segala noda dan kegerahan?
Hati manusia yang cenderung pada kebaikan, tentu selalu menolak meski di permukaan, tak ada pilihan lain kecuali ikut arus. Di belakang? Tentu saja maki dan serapah beruntai. Artinya, manusia tanah air juga tahu bahwa yang salah ya salah. Tidak jadi benar nilainya ketika dilakukan banyak orang. Tidak menjadi benar nilainya sekalipun itu sudah mengakar budaya di suatu tanah.
Aku masih belajar menjadi manusia tanah air yang tak gentar melawan ketidakadilan. Perlawananku tipis-tipis saja, tapi mudah-mudahan aku tak hanyut bersama arus itu. Mudah-mudahan aku tetap menjadi manusia tanah air yang menganggap aneh praktik gratifikasi semacam itu. Mudah-mudahan aku selalu berada dalam lingkaran orang-orang yang juga memperjuangkan kebenaran. Meskipun, tipis-tipis saja.
Comments