Skip to main content

Dear, June

Mulai tahun ini aku menetapkan sebuah program baru untuk diriku sendiri. Namanya Muhasabah Akhir Bulan. Nama itu sebenarnya kupikirkan saat mengetik. Sebelumnya nggak pake nama, tapi intinya begitulah. Hari untuk mengevaluasi kegiatanku selama satu bulan. Waktunya yaitu di akhir bulan seperti hari ini. 

Bulan Juni 2021 mungkin akan terkenang lama dalam pikiranku. Sebagaimana aku mengingat momentum pada Agustus 2019, November 2020 dan Maret 2021. Bulan ini sungguh luar biasa, aku diajari untuk lebih banyak bersyukur dan mengurangi keluhan. Aku juga diajari bahwa manusia benar-benar makhluk lemah tak berdaya, karenanya harus senantiasa berdo'a. Jangan sampai menjadi sombong karena lupa berdo'a.

Kejadian demi kejadian berlalu seperti permainan ombak banyu. Sesaat di atas, sesaat berikutnya terkempas ke bawah dengan cara mengejutkan. Pada setiap kejadian, aku tidak memegang kendali sedikitpun. Sambil menahan rasa takut, kesedihan, kekhawatiran terus bergerak menjalani waktu. Manusia tidak diberi pilihan lain kecuali menjalani hidupnya. 

Kupikir bulan ini segala kemumetan akan berakhir pada 12 Juni. Aku sudah berencana dengan teman akan pergi ke tempat-tempat menyenangkan untuk penyegaran otak. Aku juga berencana mengunjungi toko buku di kota sebelah untuk melepas kangen. Namun hal itu tidak pernah terjadi di bulan ini. Kabar keluarga sakit, kabar pernikahan, kabar kematian, kabar keluarga teman yang sakit, semua datang silih berganti seperti dalam satu tarikan nafas. 

Sang Maha Pembolak-balik Takdir telah berkehendak.

Semua yang terjadi membuat jadwal harian tidak terpenuhi, semua nyaris kacau. Aku tidak mencatat lagi apa yang kulakukan bulan ini. Semua yang kuingat adalah semua kejadian di bulan Juni 2021. 

Tapi, aku akan mengulangi mantra itu. Begin Again. Mulai Lagi. Sekali Lagi. Seberapa kacau pun rencana yang telah kubuat, aku tidak akan berhenti. Memulai lagi dari nol bukan pilihan buruk.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana. Namun Allah berjanji Inna ma'al 'usri, yusroo. Sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan. 

Ah ya, kutambahkan satu kutipan dari drama seri yang sedang kutonton: Terkadang, keburukan dan kebaikan hadir dalam satu wajah dan aku masih belum bisa membedakannya. Aku hanya perlu belajar dari semua kejadian ini, kamu juga begitu.

Comments

Popular posts from this blog

Kecewa

Kecewa tidak pernah menjadi bagian dari rencana manusia. Tentu saja, makhluk gila mana yang ingin dikecewakan secara sengaja. Tapi rasanya hampir semua manusia di muka bumi ini pernah merasakan hal itu. Tulisan ini juga dibuat ketika aku ingin terbebas dari rasa kecewa, meskipun rasa itu terang-terangan menggerogotiku belakangan ini. Aku merasa semua kebaikanku sia-sia. Ha. Padahal sejak dulu aku sudah tahu bahwa rumus kecewa adalah berharap ditambah manusia. Memang tahu beda dengan paham. Karena kejadian yang mengecewakan ini, akhirnya aku lebih paham bahwa manusia apapun jabatannya, selekat apapun ia dengan hidup kita, sebaik apapun ia selama ini kepada kita, tidak lantas menutup kemungkinan bahwa dia akan mengecewakan kita. Lalu bagaimana menyembuhkan ini? Hm ya, aku sendiri tidak tahu. Aku rasa, tidak akan kutemukan dalam waktu dekat. 

Salah ya Salah

Punya idealisme, tak berarti seseorang akan hidup keren dan selamanya berjalan di atas kebenaran. Kadang idealisme hanya menjadi pajangan prestasi yang pernah dicapai di masa lalu, berkilau dan membanggakan, sayangnya kini tak berarti apa-apa. Bahkan, idealisme bisa menjadi kebenaran yang menyiksa karena kita tahu apa yang harusnya dilakukan, tapi tak mampu melakukannya. Apa misal? Melawan pungutan liar yang dilakukan oleh 'atasan' yang menyebalkannya harus diberi label 'oknum'. Sebal karena sebutan itu terlalu halus, lebih asik jika dipanggil 'atasan korup'. Hahaha. Benar, aku terlibat dalam pusaran itu. Ada pihak-pihak yang dengan cara licik, menyuruh kami untuk membayar sejumlah uang karena uang kekurangan gaji kami sudah cair. Mereka kira, cairnya uang itu atas jasa mereka. Ckk. Kenapa aku bilang licik? Karena mereka memakai narasi 'sok' terhormat dengan kalimat: Silahkan memberi uang partisipasi sukarela. Begitulah kurang lebih. Benar, tentu saja me

Mencari-cari Sumbu

Dulu, menulis cerita diam-diam dalam buku tulis merk Mirage menjadi kesenangan tersendiri buatku. Setiap kali memiliki waktu luang, aku akan mengambil pulpen dan kembali meneruskan cerita yang kubuat. Padahal dulu jika dipikir-pikir aku harus rela mengorbankan waktu istirahatku di sela waktu belajar, kegiatan di asrama dan kegiatan di organisasi. Semangat untuk meneruskan cerita, menambah konflik-konflik baru, riset latar tempat lewat ensiklopedia di perpustakaan, semuanya terasa berharga sekali sekarang. Waktu luang ada, kemudahan mencari informasi punya, platform menulis mudah sekali menjangkaunya. Namun sumbu semangat itu terselip di antara kenangan-kenangan manis, tak kutemukan juga sampai hari ini. Menulis menjadi cita-cita yang ingin kulakukan, bukan lagi hobi yang senantiasa meletupkan kegembiraan buatku.  Bagaimana denganmu? Ada sumbu yang hilang seperti itu? Dulu kamu sangat menikmatinya tanpa beban apapun, bahkan pekerjaan itu yang menyumbangkan suntikan semangat pada hari-ha