Kadang aku ingin membelah diri lalu menilai diriku sendiri sebagai orang lain. Nah loh, bingung nggak? Jika tidak, mungkin kita satu spesies.
Aku ingin tahu separah apa kemampuan sosialku. Aku seorang introvert yang bahkan malas mengumumkan pada dunia bahwa aku introvert. Sejak dulu aku merasa terus berjuang untuk menjadi "manusia" si makhluk sosial. Dari mulai mengamati bagaimana seseorang punya teman dekat, lalu bereksperimen untuk mendapatkan teman dekat, sampai punya teman dekat sungguhan tanpa direncanakan di awal.
Parah.
Aku ingat seorang teman sekelas pernah bertanya pada sahabatku. Ko kamu bisa deket sama dia sih? Kesannya sahabatku masuk ke sebuah lingkungan eksklusif yang sulit dijangkau. Ini nggak ada hubungannya sama kasta elit atau enggak, yang jelas, sampai usia kuliah pun aku masih meninggalkan kesan "mengisolasi diri".
Aku terlalu malas untuk menanyakan pada orang lain tentang orang seperti apa aku ini. Malas dan tak nyaman sebenarnya. Haruskan seseorang melakukan itu?
Seburuk itukah aku?
Barangkali jika ada orang yang mengatakan bahwa aku tidak seburuk itu kok. Bahwa aku keliatan biasa saja, bahkan biasa banget, mudah didekati kok. Mungkin, ya, mungkin aku tidak akan punya pemikirian serumit ini.
Serumit apa?
Aku terlalu malas untuk menjelaskan hal rumit. Jadi, benda itu biasanya kujejalkan saja di kepalaku sampai hippocampus menumpuknya dengan kenangan lain. Makin lama benda rumit semakin penuh sesak di kepalaku dan aku jadi tidak bisa tidur. Pikiranku bercabang seperti pohon beringin.
Jika sikapku seperti arca ketika seseorang menunjukkan ketertarikannya padaku, barangkali kemampuan sosialku seburuk itu. Ah... aku butuh segelas kopi lagi untuk mengantarku tidur.
Comments